camar : si pesisir

Di pagi yang buta, jukung tiba merapatkan layar
Satu persatu ditambatlah tali yang menjalar,
diturunkanlah peti-peti berbau segar
Kala itu sayap-sayap mengepak dan menguap lebar
Bukan kokok ayam yang membangunkan camar,
melainkan busuk-busuk tenggiri yang dilempar



Di pagi yang buta, koloni itu sangatlah lapar
Berebutan menghampiri tenggiri-tenggiri yang terkapar
Mana berani mereka menjelajahi pasar,
jadi terpaksa dicukupkan dengan sisa dalam selasar
Saat camar saling memberi, itulah kenyataan picik terbesar

Di pagi buta, seekor kecil mencoba melawan keluar
Dirasa tak adil lagi berebut, ia tersentak kasar
Lekaslah kawanannya tertawa, beruntung ia tetap sabar
Ia memegang janji terpenuhinya paruh akan ikan segar
Berusaha terbang dan menukik hingga ke dasar

Di bawah terik, pesisir mulai bertambah lebar
Ombak tidak lagi berbaur bersama karang yang kasar
Wangi garam mulai membumbung di langit bersama camar
di udara melekuk membentuk cagar
Kala itu tidak satupun camar ingin tersasar

Dibawah terik, seekor kecil terhempas keluar
Ia tertinggal, ditinggal, memilih tinggal tanpa gusar
Hanya saja takut akan ancaman di alam sadar
Kepuasan tiada terpenuhi, kejenuhan, hilangnya sangkar,
alasan ketidak-tautan hati sangatlah mendasar

Dalam heningnya malam, seekor kecil menangisi jangkar
Tuhan labuhkan ia disini karena semua indah di hadapan-Nya
Namun imannya masih kalah tegar,
Hatinya terkoyak hakikat camar
tetap menyadari esok buta ia kembali lapar

Komentar

Postingan Populer