Kamu Mewarnai Langit Tak Karuan



Meja pendek kayu cemara ditengah-tengah kita adalah satu-satunya meja di ruangan ini. Aku dan kamu duduk tanpa alas, berhadapan. Kamu bilang ingin ditemani mewarnai. Hanya saja kamu tidak bilang tidak punya pensil warna. Beruntungnya, beberapa batang berhasil ditemukan dalam ranselku. Warnanya pun seadanya yang tersisa dari gabungan beberapa kotak. Aku memang kerap kali membawanya, apalagi ketika hari dirasa kelabu. Barangkali aku bisa menggambar matahari.

Kita mulai. Kamu membuka gulungan kertas besar yang kamu bawa. Aku bisa melihat gambar sederhana diatas meja. Sederhana saja, tapi aku menyukainya, sepertinya kamu pun begitu. Ada gunung, sawah, sungai, matahari, awan, burung-burung dan langit.


Kamu mengambil kotak pensil warna dan membiarkan isinya berserakan di lantai. Kamu memilih pensil warna kuning dan mulai mewarnai gunung sebelah kanan. Maka aku juga mengambil pensil warna kuning dan mewarnai gunung bagian kiri. Selama ini aku kira gunung warnanya hijau karena banyak ditumbuhi pepohonan, tapi kamu memilih menanami gunung dengan bunga matahari.

Lantas kamu mewarna sawah dengan warna merah muda karena panen harum manis lebih menyenangkan daripada panen padi.  Kamu memberi sungai dengan warna coklat karena minum susu coklat lebih enak daripada minum air mineral. Tidak lupa kamu juga menambah corak warna-warni pada sayap burung-burung di udara, karena kamu mengawinkan burung dengan kupu-kupu. Maka aku memakai warna-warna yang sama juga untuk mewarnai bagianku.

Matahari kamu biarkan menyatu dengan kertas dan menahannya dengan warna putih, seingatku kamu tidak ingin waktu cepat berlalu saling kejar dengan gerak matahari. Bahkan langit pun tak sampai hati kamu poles sempurna. Hanya sebatas beberapa jengkal warna oranye seperti angin menanti senja.

Setelah selesai dengan langit, kamu mengeluarkan pensil warna hijau dan mewarnai awan-awan di bagian kanan. Kamu mencipta padang rumput di awan. Awan bukan lagi kumpulan titik-titik air yang mengkristal di atmosfer karena terlampau jenuh. Dalam sekejap, awan menjelma menjadi negeri diatas langit dengan rerumputan di seluruh permukaannya. Kamu bisa berbaring diatasnya seharian, sambil baca buku atau makan es krim bersama kupu-kupu.

Akhirnya gambar ini selesai diwarnai. Kamu memasukkan kembali semua pensil warna ke dalam kotaknya. Kemudian kamu merobek gambar ini menjadi dua, sehingga bagian yang aku warnai dan yang kamu warnai kini terpisah. Aku jelas tidak mengerti apa yang terjadi. Setahuku, warna yang aku gunakan sama percis dengan warna yang kamu gunakan. Lantas apa salahku hingga gambar ini kamu robek jadi dua?

Kamu menggulung bagian kamu dan membawa serta pensil warna milikku. Kemudian kamu keluar entah kemana, meninggalkanku yang tinggal separuh dan masih terduduk tanpa berani berucap.

Aku kira kita mewarnai bersama.

Lalu akhirnya aku memutuskan untuk menikmati sebagian dari dunia yang kamu cipta. Aku mencicipi susu coklat dari sungaimu, tapi ternyata rasanya hambar. Bukan hangat, bukan manis, seperti saat aku bayangkan.

Aku kira kita mewarnai bersama.

Komentar

Postingan Populer