Asa, Masa, dan Perasaan



“Kau hendak melepaskan diri dari masa lalu; aku tahu masa depan bukan milikku. Pada masa kini yang amat sempit, mungkinkah kita berbagi dan saling membebaskan?”
– M. Aan Mansyur, Perjalanan Lain Menuju Bulan

Tahun ke-2. Manakah yang kau pilih, Menghitung seberapa panjang hari kemarin atau sisanya untuk esok hari? Tapi aku tahu manusia itu tidak suka berhitung. Sekali kau mengenang, maka dibawanya terbuai dalam gulungan kisah lama. Berangan pun, kau hanya mendapati kecewa diambang harapan. Suka kah kau dengan masa kini saja? Aku tidak bersumpah atas dasar sebuah senyuman.

Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya. Betapa berat menjadi tetap ada dan tidak terlihat. Kalau dipilihkan keramaian, aku akan sembunyi. Kalau dipilihkan persembunyian, aku juga akan tetap sembunyi. Aku hanya perlu tahu aku ada, kau sembunyikan pun tetap ada. Tak peduli.

Orang-orang di kota (yang terbuat dari masa lalu) gemar menyimpulkan perasaan orang lain. Sepertinya kelak kau akan tahu betapa aku membenci manusia. Kata-kata yang membuatmu menebar jarak, membuatku jadi terasing, membuat mereka menontoni hewan dalam sangkar yang semu. Manusia itu pandai melukai, kau pun, dua fase yang membolak-balikkan perasaan.

Aku ini hanya ingin terbebas dari anjing-anjing di kepalaku, juga cicak yang menempel pada dinding hati ini. Aku tidak tahu bagaimana kau melakukannya. Betapa berat menjadi tidak terlihat dan tetap menyilaukan pikiran.

Komentar

Postingan Populer