dari Perahu Kertas

"dear, Neptunus..."


Aku masih belum bisa lupa salam itu sejak pertama kali aku kenal. Sampai hari ini setelah selesai maraton nonton jilid 1 dan 2. 

Satu hal yang ingin kusampaikan, Kuggy tidak mencari Keenan, pun sebaliknya. Satu hal lainnya perihal, 

"Hati itu dipilih, bukan memilih."

Ini bagian paling menyayat buatku, ketika keduanya saling kehilangan, merelakan lalu berdamai. Bagian ini sekaligus berbisik ke arahku kalau aku sudah sangat salah memilih Keenan-ku. Setidaknya seorang yang kuharapkan bisa menerimaku, mimpiku, rencanaku tanpa perlu bertanggung jawab atas bahagiaku. Seorang yang datang sukarela menggenggam tanganku setiap aku bergetar hebat ketakutan, seorang yang menyalakan perapian, seorang yang menyusun remah roti untuk jalanku kembali.

Selama ini, ternyata, perasaanku kugadaikan pada entitas yang tidak sama sekali-pernah-sekalipun mengharapkanku. Aku tahu ia menghargai keberadaanku, tapi ada andai yang ia sebut dalam doanya. Andai seorang itu bukan aku. Aku tidak cukup mengenalnya, kukira sudah. Sesekali bersama itu hal yang luar biasa membuatku gugup, membuatku tidak menjadi aku. Sepertinya, memang bukan aku dan kamu. Kita tidak terpilih.

Aku ingin berhenti mengejar Neptunus. Menyelesaikan urusanku dengan Keenan-ku, atau K lainnya. Aku menautkan hati tanpa alasan, ada, secara harfiah. Aku bertaruh masa depan dan perasaan pada seorang yang punya tanggung jawab atas mimpinya sendiri. Aku merepotkan, maaf ya. Kukira, kita bisa merajutnya bersama. Lucu sekali ketika menyadari ternyata benang kita berbeda.

Akan selalu ada kata perpisahan yang kuucap. Selalu. Setiap dua menit sekali. Tapi kata kembalinya jelas lebih cepat sebelum aku berpikir untuk pamit lagi. Setiap harinya aku menguatkan hati untuk pergi, iya, setiap hari. Kamu tidak perlu mengabaikanku karena.. aku yang menyadari peranku sudah selesai. Aku tidak dipilih, sebelum kamu hendak memilih.

Sejujurnya aku menikmati hal manis yang kita lewati bersama, dan hal manis lainnya yang masih ada dalam anganku. Manis sekali sampai aku enek. Meja seduh membawaku pada dongeng lainnya, yang pahit, bertemu nenek sihir, dan menjadi anak tiri. Aku terluka, tapi aku bertumbuh dewasa. Pelajaran patah hati yang tidak pernah aku kira akan datang secepat ini. 

Kalau kamu meyakini bumi itu bulat, kita akan kembali.

Komentar

Postingan Populer