Lagi Pula Hidup Akan Berakhir (titik) lalu (tanda tanya)

"Pada akhir yang dirindukan, yang tidak kunjung ditemukan.

Kamu berserah, menimang hidup berarah sesukanya."


Sebaiknya pembaca tidak mencari kata indah mendayu sejuk disini. Kali ini isinya hanya tentang tikam dan sayat yang disajikan. Bagaimana tidak, karena sampai saat ini kamu hanya pasrah bertahan. Seolah kamu tidak bisa meninggalkan, tidak berhak tidak, tidak kunjung berpulang. Terima kasih untuk teman yang sia-sia, untuk kehadiran yang hampa dan keheningan yang dibungkam. Karma seperti apa yang membuatmu pantas terima ini? Tidak sudikah bahagia itu menyapa?

Tentang tuntutan yang tak kunjung padam, membingungkan sekali ketika skormu menumpuk nol. Harusnya kamu bisa meminta dihargai lebih dari itu, kurang ajar memang. Seperti hidupnya itu terlalu baik-baik saja, hingga menghilangkan jerih payahmu yang tidak selalu nyaman. Coba dipikir, berdiri di titik ini berkat sulap ketok? lucu sekali makhluk Tuhan satu itu. Bisa jadi orang lain menjadi penjamin kenyaman lainnya. Bagus kalau kamu baik-baik saja, tapi tolong sadari korban mana yang dilukai.

Puluhan lagu cinta kamu putar agar rasanya tidak hambar. Satu per satu kamu malah menyadari banyak sekali sanjungan yang dapat dirayakan, banyak sekali yang dilewatkan untukmu. haha. Malang betul. Nahas kamu jadi rindu meneriaki langsung penutur lagu favoritmu, tanpa genggaman tangan tapi terasa aman. Kata-kata manis yang jadi bermakna karena kamu hidup disana. Rasanya lewat tengah malam pun kamu tetap terjaga.

Rindu lainnnya membekas dengan momen yang abadi pada wadah di awan. Sekalipun tidak tertangkap senyummu, kamu yakin figuranya ditangkap dengan sumringah. Awan menyekapnya dengan manis. Bahkan kamu terobati saat menuliskan ini kan. Kamu bisa merapikan segala hal, kecuali kebohongan. Percayalah, kamu lebih baik dari ini.

Kamu kehilangan diri ya?

Seberapa sempurnanya manusia yang menemani, kalau yang cacat adalah hatimu, tidak ada kata sembuh.

Komentar

Postingan Populer