Sesuatu Tentang Rumah
“It isn’t defined only by blood, it’s defined by
commitment and love”
–
Dave Willis
Selain
belajar mencintai, rasanya.. ada kebencian yang juga harus dipelajari disini.
Tata cara dan etika untuk menyampaikan kebencian tanpa saling melukai. Membenahi
kepercayaan yang tidak lagi utuh, bukan terbagi, hanya hilang begitu saja.
Pelan-pelan kami menebar jarak. Menyembunyikan belati bahagia rapat-rapat di
saku terdalam.
Rona
waktu ini memudar bersamaan dengan ramah senyumnya. Makin lama, makin pudar
juga kehangatan yang ia berikan. Atau ini hanya perasaanku? Nyatanya hanya ada
dua kemungkinan atas percakapan yang terjadi. Pertama, hal penting dan yang
kedua basa-basi. Setiap kali kau lewati pintunya, hanya akan memasuki babak
hitam putih tanpa suara, percis seperti televisi tabung tahun 80an.
Aku pun.
Lebih suka kalut dalam duniaku tanpa perlu terlibat dengan urusan mereka.
Mereka pun. Tidak pernah kuizinkan masuk dari celah manapun. Aku tidak menerima
tamu dalam bentuk apapun. Batas wilayah teritorial kami terbentuk dari
sekat-sekat amarah dan kecewa.
Kenyataannya
perasaan yang diimpikan banyak orang, bagiku hanya pemenuh kewajiban atas siapa
aku di dunia. Salahku. Terlalu keliru akan arti pulang dan pergi, keliru akan
makna rumah dan tempat singgah, keliru atas ego dan cinta.
Kuharap
rumah akan pulih dengan sebaik-baiknya, hingga aku tahu rasanya rindu untuk
pulang.
Komentar
Posting Komentar