Diskusi Kosong
-->
“kenapa aku berbeda?” geramku. “tapi kau istimewa”
hiburnya. “aku tahu, tapi apa harus dibedakan? Lelah, kau tahu?” aku mulai
penat. “aku tahu” jawabnya singkat. “so perfect!” aku berlalu.
“tunggu, mau berbagi sedikit?” kembali ia bertanya. “Aku
tak mengerti, bagiku itu bukan suatu hal yang istimewa, tak ada yang special. Yah
okelah aku sadari, memang sedikit berbeda. Tapi apa perlu yang untuk
di-beda-kan?. Tak usah jaulah, aku, bayanganku dan nafasku saja mendapat
perlakuan yang berbeda. Bayanganku yang selalu bejo dan nafasku yang terlindungi.
Sempat ku iri *bukan sempat sih, tapi selalu. Terkadang ku menyesal telah
mengangkat mereka, sangat. Ironis, hanya akulah yang mendapat perlakuan ‘special’
ini.” Paparku. “kau itu special” jawabnya. Aku semakin kesal, tak ada satu pun
di pihakku. Enyahlah semua, itu yang kuharap.
“lalu hasilnya? Tanpa bejo dan terlindungi kau kuat,
bukan?” terlihat seperti dukungan, namun bagiku itu desakan darinya. “bukan
masalah hasil, tapi proses. Aku harus melalui ‘1 x 8 = 8’, tapi mereka cukup ‘8
x 1 = 8’. Sekilas memang sama, tapi bagiku itu suatu hal yang luar biasa. Bukan
masalah waktu, karena percepatanku bisa dibilang luar biasa. Sebenarnya kuingin
lekas melewati semua ini, dan lepas dari mereka. Namun sulit, niatanku untuk
menempuh IQ 200, terpatahkan. Saat ini hanya sabar dan bersyukurlah ramuannya”
argumenku kembali ku tancapkan. “kalau begitu hanya tinggal diminum, bukan?”
sarannya. “tidak, aku tetap butuh racikan orang lain. Tanpa itu, kurasa akan
sulit.” Tegasku.
Teringat saat-saat mengenaskan yang kulewati. Saat itu,
asah lidah. ‘great!’ desahku bahagia. Aspek inilah yang membuat mereka kelu. Giliranku,
semua kupaparkan, mulai do sampai do, mulai A sampai A, dan mulai nol sampai ke
nol lagi. Decak kagum terurai, mulai ku bangga. Namun tak disangka ‘bee’
menghujaniku dengan pertanyaan, yah yang kuanggap tak berefek. Parahnya pertanyaan
di luar ruang lingkup pun menerobos. Seluruh upaya ku kerahkan, lelah, namun ku
bertekad untuk tetap berdiri. Tiba di satu titik dimana aku hampir skakmat,
namun ku takkan goyah. Tapi entah lelah atau takut kalah, ia menyuruhku
berlalu. Ha? Hanya seperti ini? Dari tadi aku hanya berdebat tanpa inti yang
jelas? Bahkan belum sempat kutunjukan klimaksnya. Parahnya, hanya direspon
dengan cekikikan so-menang darinya, dan menilaiku hanya sebatas dji sam soe! Tapi terserahlah,
yang pasti aku cukup puas beragumen tadi. Bahkan sepersekian persen aku berani
bertaruh untuk yang tersukses, itu pun kala sang fortuna menghampiri. “ah aku
cukup lelah melihatnya” geramku. “tapi kau masih bisa berdiri tegap, bukan? Itu
artinya kau mampu” dia hanya tersenyum seakan tak mengerti keadaan. “hei? Kau mengerti
kisah ini, seharusnya kau mengenal tokohnya juga” membuatku semakin geram. “mungkin
sedikit mengubah alur, tak apa kan?” candanya. “sesukamu sajalah, memikirnya
saja sudah membuatku penat” desahku. “ya tak usah difikirkan” membuatnya
tersenyum lebar . “terfikirkan tepatnya” aku berlalu.
Tak pernah sekalipun aku berniat untuk memikirkan,
tapi entah kenapa selalu terfikirkan. Selalu tergores saat sesosok bayangan
melangkah. Ku mencoba tak berpaling dari apa yang ia berikan. Tak banyak, bisa
ku nilai kurang. Tapi hey! Apa yang ia dapat? Sebuah kata yang tak pernah kubayangkan.
Lebih parahnya, tak banyak pertanyaan yang turun, pertanyaannya pun dangkal, tak
menjerumuskan sama sekali, berbeda dengan yang diberikan ‘bee’ kepadaku. Aneh,
kesal, itu yang kurasa. Kenapa hanya diberikan recehan seperti itu? Beranjaklah
pada nafas, semua dibawah, tapi ‘bee’ tak kunjung menghujani, yaps karna nafas
itu selalu terlindungi, selalu mendapat pembelaan. Aku lelah dengan keadaan
ini, memang ini biasa terjadi, tapi kini aku tlah muak! Lelah.
Miris, semua perbedaan ini membuatku asing,
membuatku tiri. Mereka yang tak lebih sukses dariku tak mendapat hujan
pertanyaan maupun cekikikan dari ‘bee’. Nah aku? Arrgghh! Aku benci! Usahaku hanya
diberikan do-re-mi, yah walaupun mereka juga mendapat do-re-mi, tapi coba lihat
prosesnya! Memang jauh dari keadilan.
Sempat ku bicara pada ‘bee’, tapi apa yang kudapat? “orang
special harus mendapat yang special pula” ‘bee’ mengatakan itu. Aku hanya
membisu ditengah hal yang menurutku timpang ini
“mereka hebat” desahku membanggakan. “kau juga”
hiburnya. “mereka instant, beruntung, terlindungi, ah jauh daripada ku”
seperseratusjuta persen, kusesali hidup ini. “butuh tissue?” buyarnya. “tidak! Tapi
lebih dari itu” aku hancur. “kau bisa” senyumnya. Akhirnya ku coba tersenyum
untuk mengubur semua itu.
Luka kemarin sedikit terisolir, namun mungkin tak
sedap bila tak menyakitiku lagi. Awalnya, tak ada niat jahat sedikit pun, aku
membantu bayangan. Dengan senyum bahkan tawa, semua seolah lenyap. Kulakukan yang
terbaik, karena memang aku ingin yang terbaik. Namun tiba-tiba, apa yang
kudapat sangat mencengangkan. Selisih 5 poin untuk bayangan. Yang kutahu itu
adalah perbuatanku, itu abdianku. Tanpa mengucap terimakasih bayangan hanya
tenggelam dalam kesenanganya. Yang ku dapat apa? Penyesalan! Untuk apa aku
membantunya tadi! Memang pongah, apa yang telah kulakukan! ‘bee’ tak akan tahu
kalau itu abdianku. Sedikit aku berjanji, takkan pernah membantunya lagi,
sungguh.
“aku lelah,” bisikku, “sangat” sepertinya ku mulai
meluruh lagi…
Diakhir kisah semua bahagia dengan hasil yang kutahu
adalah hasil hydraulic para ‘bee’. Suasana berbalik saat menghampiriku. Hanya bisa
tersenyum picik saat melihat milikku. Sepertinya tanpa hydraulic. Aku merasa
tak adil, sangat kecewa. Sesosok bayangan dan nafaslah yang paling berhasil.
“lalu bagaimana untuk melepaskan lelahmu?” tanyanya.
“aku hanya ingin hidup dalam keadilan yang seadil-adilnya” Pasrahku.
keadaan itu membuatku mencetuskan sebuah larik...
beda
mereka beruntung, mereka terlindungi
dan aku hanya bersulut usaha
usaha tanpa beruntung, nekat
tapi beruntung tanpa usaha, luar biasa
memang iri, selalu bakan
aku harus menempuh 1 x 8
sedangkan mereka cukup 8 x 1
bukan masalah hasil, tapi proses
pedih saat mereka berkata "yang lain?"
serasa terasingkan, entah tertirikan
mungkin aku memang beda, tapi apa harus dibedakan?
kenapa? ada masalah dengan beda?
aku hanya ingin...
hidup dalam keadilan dengan seadil-adilnya
walau hidup memang tak adil
mereka beruntung, mereka terlindungi
dan aku hanya bersulut usaha
usaha tanpa beruntung, nekat
tapi beruntung tanpa usaha, luar biasa
memang iri, selalu bakan
aku harus menempuh 1 x 8
sedangkan mereka cukup 8 x 1
bukan masalah hasil, tapi proses
pedih saat mereka berkata "yang lain?"
serasa terasingkan, entah tertirikan
mungkin aku memang beda, tapi apa harus dibedakan?
kenapa? ada masalah dengan beda?
aku hanya ingin...
hidup dalam keadilan dengan seadil-adilnya
walau hidup memang tak adil
Komentar
Posting Komentar