Gimana caranya jadi 'Aku' yang enak?
“Cuma
manusia pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat”
- Madilog, Tan Malaka
Sesekali aku mikir apa rasanya kalau aku ngga jadi ‘aku’. I mean
seorang aku yang berbeda, versi yang lebih kalem, lebih santai atau ya... lebih
baik mungkin. Gini loh, kadang kita mikir ‘salut deh sama dia, akademiknya
bagus gak kaya gue’, ‘seneng juga jadi dia, bisa kenal banyak orang-orang hebat’,
‘keren ya jadi dia, masih semester muda tapi usahanya udah sukses’, atau bahkan
‘asik juga ya jadi dia, bisa menikmati hari liburnya dengan santai melakukan
hal yang dia suka’. Pemikiran itu terus-terus-terus muncul setiap kali kita
lihat orang lain yang lebih ‘enak’ di mata kita. Subjektif.
Beberapa situasi bikin aku menyesal buat ada ‘disini’, ambil jalan ‘ini’
atau jadi ‘ini’. Lebih tepatnya sih aku jadi sering ngeluh. Padahal kalau
dijalanin ngga seberat itu loh. Okelah, atas nama manusia aku menyatakan ini
manusiawi. Ada pembenaran keegoisan disini, letak dimana aku ngga mau diganggu
sama hal yang ngga menguntungkan buatku. Aku harus memikirkan urusanku juga,
urusanku sendiri yang selama ini sedikitnya terganggu karena aku harus berbuat
banyak bersama orang lain. Hal ini juga yang bikin aku mikir, ‘gue gak bisa deh
kaya dia, dia ngga ngurus giniian, dia bisa fokus kejar targetnya, nah gue? Masih
stuck disini’. Bahkan buat menikmati waktu libur dengan nyantai baca buku, ngobrol,
minum susu, atau nonton tutorial aja masih mikir. Masih dihitung, kalau
sekarang nonton dulu, berapa waktu yang perlu dibayar buat selesein yang
lainnya. Ah rumit deh, bikin males duluan nontonnya juga.
Sore ini, disaat grup kelas lagi rame bahas uts, lagi panik-panik
ajaib, aku malah ditodong kena revisi. Oke, ditodong terlalu kasar sih
bahasanya. Cuma ya gitu, intinya ada hal lain yang harus kukerjakan diluar dari
hal yang sama-sama kita tanggung. Kadang sempet mikir, enak juga ya jadi mereka
bisa fokus sama ‘sesuatu yang mereka gunjingkan’ di grup. Atau bisa fokus kejar
apa yang mereka targetkan. Tapi ya, gak lucu juga kalau menjadikan orang lain
sebagai alasan dari kegagalan. Kurasa ini cuma soal goals sama priority sih. Gak
boleh menyatakan kalau mereka gak ngurus hal lain juga, mungkin mereka
punya tapi gak suka pamer kaya aku. Oke maafkan.
Hari ini, aku batal ikut lomba dengan alesan: males. Konyol kan, jelas!
Aku berubah pikiran di depan atm waktu mau bayar biaya pendaftaran. Sebenernya bukan
males mutlak sih, embel-embel kompetitornya keren ditambah aku belum eksekusi
(baru kepikiran ide tapi gak nyambung sama tema, kebiasaan) jadi ya kuputuskan
untuk batal daftar. Sekilas mikir, toh UTS ku besok pun belum aman, udah sombong
banget mau ngurus yang lain. belum lagi ini itu sana sini, banyak hal di
kepalaku. Ini nih yang jadi racun. Kenapa aku pengen jadi kaya orang lain,
bukannya malah memaksimalkan potensiku sendiri? Oke lupakan.
Nah... beberapa kasus yang sering terjadi kaya gitu sih ehe. But HEY! Living isn’t fckin easy, dude
wkwkwk kalau hidup sekedar hidup, kambing juga hidup. Take risks. Kalau kita
berhasil ya bagus, at least kalau kalah kita bakal jadi seorang yang lebih
bijak dan menghargai hidup. Take A lifetime to learn. Manusia ngga terlahir sebagai makhluk yang sia-sia. Capek sih, tapi itu yang harus dinikmatin. Prosesnya tanpa kita sadari mendewasakan kita dan mengupgrade diri kita menjadi lebih mutakhir.
Untuk apa kita mendedikasikan waktu sebenarnya. Sampai detik ini aku
masing angin-anginan sih, belum tahu fokusku itu dimana. Ini sering banget jadi
bahasan diskusi, sejak PPKU malah. Setiap aku ngerasa ‘bukan aku’, lawan
diskusiku selalu bilang ‘coba fokus dulu sama apa yang mau kamu kejar’, dan
yang paling ngena adalah... “you’re the Jack of all trades” true af! ah sedih
banget menyadari ini. Sejauh ini apa yang aku punya belum jadi apa-apa, ya
karena aku ngga berusaha untuk memfokuskan itu, oke aku gak tahu mana yang
harus aku fokuskan. Entah menjadi hebat secara ini, di bidang itu, atau sebagai
siapa. Sejauh ini aku masih berpegang prinsip “my goal is not to be better that anyone else, but to be better than I
used to be”. Bagiku itu cukup untuk bertahan hidup, selamat bersyukur. Oke sekian.
Komentar
Posting Komentar