Sebuah Seni Bernama Mendengarkan
“Mendengar dan
mendengarkan itu menggunakan indra yang berbeda”
– baca di Pinterest
Ketika manusia bertemu dan bercerita, kita tahu
yang terjadi hanya 2 pilihan. Menjadi pendengar, atau yang mendengarkan. Kalau menurutmu
itu hal yang sama, kurasa kita perlu ngobrol sebentar disini.
“Kalau lawan bicaramu
mendengarkan dengan sepenuh hati, beban pikiranmu akan menjadi ringan”
– Dewi Lestari.
Sejujurnya aku lebih sepakat menyebut subjeknya
sebagai teman bicara, karena aku suka ditemani saat bicara bukan dilawan. Oke,
abaikan. Akan ada satu waktu dimana kepala ini benar- benar penuh dengan
persoalan, mungkin dua atau tiga kali seminggu untukku. Karena itu, selalu saja
ada oknum yang kucari untuk berbagi isian kepala ini. Ada satu, dua atau tiga sepertinya yang
berhasil memenjarakanku dalam damainya. Manusia yang merelakan waktunya hanya
untuk membaca balon chat-ku yang panjang, pesan audio-ku yang menggebu-gebu,
atau bahkan mempersilahkan aku untuk menelfon. Sungguh aku tak berharap responnya
harus seperti apa, karena didengarkan saja membuat kepalaku kembali ringan. Kadang
aku tak peduli balasan apa yang akan kudapatkan, pokoknya aku mau cerita. Disanalah
letak kekuatannya. Sederhana mungkin bagimu, tapi menjadi sebuah penghargaan
untukku karena kamu mendengarkan.
“Ada manusia yang senang mendengar hanya demi menunggu
kesempatan untuk mematahkan orang lain” – Fiersa Besari.
Terdengar jahat, lumayan. Tapi ada. Aku bertemu
manusia lain yang sepertinya sedikit sulit menerima cerita orang lain, ini
asumsiku. Manusia itu lebih sering naik banding atas semua frasa yang terucap. Rasanya
setiap paragraf adalah kompetisi baginya. Tidak salah, mungkin saat aku bertemu
dengan manusia ‘jenis’ itu memang aku yang harus mendengarkan. Aku belajar
banyak darinya. Bagaimana cara memperlakukan suatu jenis manusia, tanpa
berfikiran untuk melawan. Pada kasus ini aku harus memenangkan diam, karena aku
bertemu seorang pendengar.
Bagaimana dengan pendengaranku? Kadang aku merasa
tak cukup mendengarkan orang lain, selain karena aku yang terlalu banyak bicara
atau memang belum ada manusia yang menemukan damainya dariku. Kadang merasa
bersalah karena belum bisa menjadi pendengar yang mendengarkan, belum berani merelakan
waktu untuk sekedar membuka perbincangan. Aku mau, tapi masih pilih-pilih. Memilah
atas apa yang ingin kudengar saja, dan membuang sisanya. Maaf ya, aku masih
berbuat curang. Aku tidak berjanji untuk lebih baik, tapi kamu akan melihatnya.
p.s. Tulisan ini memang bukan didedikasikan untukmu, hanya sebagai
perantara untuk menyatakan sebuah arti keberadaanmu.
There will be someone that comes along,
and offers you an entire galaxy when you only
expected a single planet.
BUT THE EXPECTING IS
JUST TOO MUCH
when there’s only an alien that have not finished
being rendered as hooman (me)
this is a universe, not a fairytale
Hi-five!
(ini caption dari foto ini harusnya, tapi aku keburu males upload)
HAHAHAHAHA
(sejam)
Komentar
Posting Komentar