Mungkin lewat cerpen..

MENANG

Terlalu banyak tanda yang kabur di antara hubungan kami, terlalu banyak waktu yang terlunta dalam sejarah pertemuan kami, terlalu banyak sekat yang sulit dimengerti, terlalu banyak tanda tanya, tetapi terus mengurai jarak dari jauh menjadi dekat.

Pikiranku terbang pada masa-masa dimana sebuah tanda berkelebat tanpa mungkin terbaca memang susah dimengerti, perasaan ini seperti seperti ekor teka-teki yang menjuntai pada waktu yang panjang. Susah ditangkap kemungkinan-kemungkinannya, karena maknanya terengut belati bahagia.


"Sampai berapa lama kau disana?" wanita cantik itu menegurku. "Apanya?" ujarku. "Berdiri dekat jendela itu, apalagi?" matanya tajam padaku. "Sebentar lagi, belum bersih kenangan dari balik tirai ini" aku enggan beranjak. Pelan terdengar hembus nafas yang memberat.

"Sampai berapa lama kau disana?" ujarnya sambil menatap jauh pada poster di dinding kamar. Poster dengan koin besar berwarna biru, tempatku merajut yang dikatakan mimpi. "Secepat mungkin, kurang empat tahun kalau bisa" jawabku asal saja. "Kau akan menikmatinya, nikmat mana lagi yang akan kau dustakan?" ia beranjak pergi menyisakan lebam dalam udara sepi, ruangku. Ada perasaan segan untuk menoleh apalagi mengejarnya. Ia serupa kupu-kupu, semakin dikerjar semakin jauh terbangnya.

Ada teka-teki yang harus aku pecahkan, setidaknya ada penjelasan yang membuatku memahami situasi yang sedang terjadi. Bahwa impian kadang tumbuh disaat yang tidak
diharapkan. Lebih tepatnya adalah, mimpi kami tumbuh di saat yang sangat tidak tepat. Tapi tidak mungkin untuk memfermentasikan lebih lama lagi. Bisa jadi masa depan mimpi kami hanya akan berakhir pada ilusi yang abstrak.

Tapi bagiku ini adalah pertaruhan sejarah, tentu ada impian yang harus diberi kesempatan. Pertemuanku dengannya adalah momen sejarah
yang valid. pertemuan ini adalah pertemuan sejarah. Bukan saja karena inilah momen pertama
kami, aku dan koin itu, secara terus terang menyatakan perasaan, tetapi juga karena pertemuan ini memang punya akar sejarah yang panjang. Ada keniscayaan historis dari pertemuan ini. kami berdua, memutuskan untuk saling mendamaikan
diri dalam sebuah momentum sejarah kami.

"Dik...!" suara itu terdengar memanggil dengan emosi. "Aku akan turun...!" aku balas berteriak. "Kapan?! Kau mengatakan sejak setengah jam lalu!" kini ia serius dengan penekanan nada minor dimana-mana. Aku beralih sebelum detik beralih mendahuluiku.

Berpaling dari sisi jendela bertirai hijau, melakukan pendaratan sempurna pada keramik putih mengilat. Ah... Ini yang paling berat. Ransel itu berbincang denganku, ia ceritakan kemenanganku. Aku memilih memenangkan diam dan memuja ketenangan. Kupandang jendela itu untuk sekian kalinya, lalu sekilas kuberanikan diri untuk menatap poster di sudut yang lain. Poster itu ternyata agak miring, mengiris jiwa. Kuraih ransel yanh penuh sesak itu dan akhirnya menyusuri tangga mengambil hadiah.

Aku menang. Mereka yang di bawah memandangku satu-satu. Kubalas dengan memandangnya. Ia, perempuan cantik itu, tersenyum sangat indah, sepertinya ia ingin memenjarakan diriku ke dalam senyumannya. Ada enggan untuk menerima waktu rasanya. Tapi waktu bergerak cepat saat rasa sedang bergerak pelan. Sebuah detak yang memilukan dalam sebuah ruang yang tak terkatakan. Begitulah kadang kesedihan datang lebih dulu sebelum angin perpisahan tiba.

Aku menjadi sepasang anak kecil yang mendua di dalam diri. Belajar menyimpan rasa dan menyembunyikan simfoni yang merasuk sukma. Sepertinya malam akan menudunginya dengan rahasia yang lebih pekat lagi.

Selamat untuk kami, aku dan koin itu, akan menjalin hubungan baru.

"I can almost see it. That dream I am dreaming but there's a voice inside my head saying 'You'll never reach it'. Every step I'm taking, every move I make feels lost with no direction. My faith is shaking but I gotta keep trying. Gotta keep my head held high"

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer