Sederhana Itu Namanya Menerima

Selamat malam (tulisan ini dibuat pada malam hari dan saya suka malam). Kali ini biarkan saya sedikit bercerita tentang hal sederhana, sesuatu yang mungkin tidak harus dibaca. Hanya saja bagi saya ada sebuah arti baru dari sesi kali ini, tentang menerima, penerimaan yang harus diterima. Sebagai prolog tulisan yang akan berisi curhat nantinya, perkenankanlah pemeran figuran yang menyampaikan : "Ruang 6 kali 8 itu dikeroyok ornamen tujuhbelasan, mereka yang semula pemalu kini menjadi pura-pura berani, perbincangan selisih mulai timbul kiri kanan, aktifis dan pasifis seolah lupa dulu mereka berselisih, wajah palsu dan topeng tidak lagi membatasi jarak pandang, seketika sibuk melanda sepenuh ruang dengan ringannya yang kusebut tawa."
Jangan lupakan saya adalah seorang yang juga menikmati suasana ruang itu. Saya menikmatinya dengan sangat � itu si sangat yang sering bertemu ketika jam istirahat di sebelah UKS. Siang itu yang lebih panjang dari biasanya, lebih panjang karena siang itulah awal dimana pembahasan tentang hias menghias dimulai. Sepertinya luka masa lalu membuat saya enggan untuk menerima laju waktu.
Siang dimana kawan satu ruang (pengganti sebutan kelas dan saya tidak suka kelas) menawarkan atau lebih tepatnya menentukan kegiatan menghias ruang yang diselenggarakan dalam rangka memperingati HUT RI ke 70. Bagi saya yang kemarin tidak ikut serta menjemur diri menghormat merah putih, kegiatan ini seolah penebusan dosa berkaitan dengan kecintaan pada tanah air yang kemarin dipertanyakan hehe. Pembicaraan kawan yang semula membuat saya komat-kamit keberatan malah berhasil membuat saya tertarik sekalipun sedikit didasari penebusan dosa tadi. Kawan yang sejak tadi entah sedang bicara apa, kemudian diam dan memperhatikan saya yang berdiri, berjalan mendekatinya, ke bagian depan ruang! Mungkin ada yang penasaran kenapa saya senekat itu dan mood saya berubah skala. Harus diketahui bahwa saya adalah tipikal pengatur dan mana mungkin mengatur dari lini belakang. Saya maju. Selain itu skill saya tidak terlalu buruk dalam dekor-mendekor, desain-mendesain, atau apalah-apalah, saya rasa cukup. Berbekal spidol bertuliskan �barang rahasia milik negara� dan alfabet R diberi noktah kecil, saya menjinakkan kawan-kawan dan mulai menguasai ekosistem. Saya mengajukan beberapa konsep yang sesuai dengan kemakmuran penghuni ruang lalu serta merta pengajuan itu menjelma penentuan. Hingga pembagian tugas, penanggung jawab, pembentukan tim dan seksi kesana-kesini selesai, ketika itu saya kembali ke singgasana dan kembali menstabilkan tekanan darah yang meningkat bersama asam lambung.
Saya telah membuktikan bahwa saya tidak jelek-jelek amat, malas-malas amat juga tidak amat-amat jabang bayi. Berbagai ornamen, desain, teknis kerja sampai ilustrasi tata ruang sudah saya jelaskan dengan gamblang tadi (jangan tanya siapa si gamblang itu). Saya mulai merasa hidup kembali, atau lebih tepatnya ruang ini yang dipertemukan dengan masa jaya, bukan hanya saya. Saya, kami punya waktu kurang dari 5 hari sebelum penilaian. Itu juga belum dikurangi kewajiban selfie yang lumayan menyita waktu dan tenaga.
Hari Jumat, 14 Agustus 15, hari pertama saya lembur dengan bolos kegiatan rutin jumat, ya hitung-hitung latihan pensiun dini, lagipula bukan hanya saya yang membolos. Semula semua berjalan lancar hingga lapar mulai menumbangkan kami satu per dua lalu lima enam tujuh delapan. Hari pertama ini merupakan awal yang baik bagi saya, namun saya merasa sedikit khawatir dengan masing-masing tim, masih saja ada yang bergerak keluar konsep. Ah manusia. Tapi tak apalah, kapan lagi saya menerima keberagaman manusia bila tidak seperti ini caranya.
Ditengah samudera lapar yang ganas, tawaran akan kupat tahu adalah penyemangat saya. Dibekukan dengan makan kupat tahu yang kurang satu, saya mulai kembali berpikir bagaimana caranya untuk menyelesaikan dekor ini tepat waktu melihat semakin banyaknya pergerakan diluar agenda. Jumat itu begitu panjang untuk saya.
Sabtu, Minggu adalah kesempatan meliburkan diri untuk saya, untuk memasuki rutinitas lain yang libur ketika saya masuk. Tapi jujur saja, belum lepas juga benang-benang dekor dalam benak saya mengingat 2 hari itu saya off dan perencanaan strategi ketidak ikut sertaan saya dalam barisan mengenang proklamasi yang belum rampung. Minimalnya di penghujung minggu itu sempat singgah di resto ramen, lumayan membawa saya dalam balutan katsu yang tidak ada bau-baunya perayaan kemerdekaan. Malah saya tebak saat itu Jepang sedang berduka mengingat kekalahannya terhadap sekutu kemudian menyerah tanpa syarat.
Beranjak ke senin pagi, 17 agustus 15, dimana saya bolos baris dan menjadi musuh dalam selimut wol sintetis berhias mickey mouse. Saya pura-pura ingat ada tugas, lalu beranjak mengerjakan melengkapi syarat sibuk pagi ini. Tidak sampai 15 menit lalu selesai, tugas macam apa ini? Batin saya menyesal buru-buru. Pagi ini rasanya badan kurang enak dibawa gerak, mungkin akibat semalam berkelana dan baru masuk rumah pukul 10, bisa jadi. Saya berniat cepat-cepat kembali tidur mengingat harus menerima tugas siang ini, menerima ini hari kemerdekaan dan saya tidak ikut mengenang proklamasi malah dengan bangga mempersembahkan puisi ecek-ecek. Saya terima dengan maklum jika beranda media sosial dipenuhi mereka yang berniat mengekspresikan kepeduliannya atau mereka yang hanya ikut-ikutan eksis dengan hushtag yang lebih panjang dari judul kirimannya. Saya terima bagaimana pun juga ini hari senin, kalender boleh merah, tapi senin tetap senin.
Siang itu dengan beberapa kawan saya kembali melanjutkan apa yang bisa dilanjutkan. Terlalu banyak komentar yang ingin saya utarakan tentang ornamen, jangan tanya kenapa, lagipula saya tidak jadi berkomentarnya. Karena banyak kesibukan di hari senin ini yang diberi warna merah di kalender (entah siapa yang menghitamkan kalender saya), sebelum pukul empat kami sudah membubarkan diri. Saya pulang dan mengantar pulang seorang kawan. Semula saya ingin langsung pulang dan melanjutkan segala yang perlu dilanjutkan karena memang tadi sengaja saya bawa pulang. Tapi ternyata situasi membuat saya tidak bisa pulang cepat, ah adalah, itu pokoknya. Saya tiba di rumah hampir pukul setengah 6. Saya menerima pesan dari matahari yang membenamkan diri seolah mencoba melambai pada saya. Saya menerimanya dengan penyesalan yang bukan untuk disesali.
Saya memang melanjutkan proyek ditambah tugas ditambah main gitar ditambah iseng-iseng menghabiskan waktu di depan kaca, totalnya selesai pukul setengah 1 belum pagi. Sudah menjadi biasa bagi saya untuk aktif di malam hari, harus mulai membiasakan diri, menerima jika waktu malam tiba-tiba lebih panjang daripada siang.
Selasa pagi, tidak pagi sekali karena saya hanya jadi orang nomor dua yang tiba di ruang. Tak apa ini masih 18 Agustus 15. Saya sempat atau mungkin menyempatkan diri menyelesaikan dekorasi bagian saya ditambah bagian depan, depan atas, depan kanan, depan kiri, memberi ide dadakan yang untungnya tersampaikan dengan baik meski tidak terlaksana sebaik penyampainya. Ya, selasa pagi itu sibuk sekali dan saya mengenakan jaket. Saya enggan melepas jaket dengan alasan belum sempat. Saya baik-baik saja, lumayan baik untuk satu jam pertama hari itu. Jam selanjutnya saya terjajah oleh demam yang ternyata berhasil tanpa melalui hukum Roult menaikkan temperatur menjadi 312 K. Perubahan yang secara tiba-tiba ini menguatkan hukum III Newton, F aksi = F reaksi, F gerak = F pusing, F angin = F dingin, F demam = F pulang, dan F F lainnya.
Saya bertahan dengan suhu tinggi hingga di suatu jam pelajaran, seorang master bertanya tentang ornamen yang terpasang sembrono dan cukup membuat pusing. Pertanyaannya semula hanya basa-basi dan lebih terkesan memuji walau sepertinya sengaja beliau tutup-tutupi, walaupun sedang tidak enak badan saya tetap berusaha enak hati terhadap beliau. Perhatiannya tertuju pada sisi belakang yang semula juga sudah saya prediksi akan menarik perhatian, karena memang diluar kebiasaan. Pertanyaannya adalah, siapakah yang membuatnya? Seisi ruang � bisa dikatakan kecuali saya, pamer gigi yang tidak ikut memakai seragam hari itu. Seolah belum puas, beliau bertanya kepada saya dengan pertanyaan yang sama tapi saya belajar dari pengalaman sehingga saya menjawab dengan menyebutkan nama rekan yang memang mengerjakan pembuatannya. Belum juga puas, beliau beralih pada oranamen yang menggantung di kusen jendela, bagi saya itu adalah ornamen yang tidak umum apalagi jika kemarin saran yang diberikan dipahami matang-matang, saya tidak menjamin akan lebih baik hasilnya tapi minimalnya lebih menang dengan elegan. Tak apalah, manusia memiliki kebebasan menerima atau tidaknya. Pertanyaannya sama, seolah beliau bukan pembuat soal yang handal. Seisi kelas hanya bergumam ramai namun tidak satupun memberikan jawaban. Seolah disana tidak ada lagi yang bisa diajak bicara, beliau menatap saya dan saya paham. Jawaban saya sederhana, kembali menyebutkan nama rekan lain. Beliau memuji dengan ber-o panjang namun pandangannya berubah padaku. Senyum, terkekeh. Silahkan tafsirkan sendiri bagaimana cara beliau memandang.
Saat itu ada yang berbisik, �andai ada yang memberitahu siapa yang menbobolkan ide hingga memutar turbin, menghidupkan dinamo, menggerakan kincir, dan menghasilkan energi. Pasti kau ikut dipujinya� saya menghela nafas, menghitung satu sampai 14 (kalau tidak salah saat itu) lalu kembali tenang. Inilah kemerdekaan rasa, tentang penerimaan sesungguhnya. Tentang bendera yang berkibar oleh angin yang tidak pernah mempublikasikan wujudnya. Tentang Tentang tokoh utama dan figuran yang bagi saya adalah pejuang yang sama-sama berperang satu lawan seribu.
Itulah serpihan cerita versi tujuhbelasan, maaf kalau ternyata sulit dihentikan ketika mulai ditulis. Bagi saya tujuh belas kali ini penuh pengorbanan, perjuangan, pergerakan, persembahan, yang semua itu saya namakan penerimaan. Ikhlaskan. Karena hakikatnya, ikhlas adalah perjuangan untuk menerima, berkorban untuk mempersembahkan yang baik-baik dengan mengabaikan gerak perhitungan baik matematis maupun empiris dan harus diproklamasikan dalam hati untuk diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang selama-lamanya, malaikat juga tahu dan Allah tidak tidur :)

Komentar

Postingan Populer