Lifetime Partner

*liat iklan tomaple di timeline*
“Aaaaak.. kayanya ini bakal jadi favorit aku sama dia deh. ini pasti aku makan rasa beef,
dia makan rasa regal. Kalau aku sama dia, mungkin kita bakal banyak menghabiskan waktu disini”
- Aku, berpikir (oke, berkhayal) tentang hidupku.


Akhir-akhir ini aku jadi sering berandai-andai soal kehidupan pasca kampus, bisa dibilang ini bagian dari perencanaan hidup juga. Hal kecil perihal outfit dan riasan sampai tempat tinggal dan gaya hidup, ada kalanya kupikirkan matang-matang. Tapi.. ada yang janggal di setiap peristiwanya. Aku selalu menghadirkan seorang teman (yang selanjutnya kusebut), lifetime partnerku. Tentu sosoknya bukan satu orang, karena saat ini belum ada satupun yang bersedia. Karena itu, kadang beberapa temanku jadi ikut hadir di kepala. Sejujurnya aku ingin menumbuhkan satu, tapi khawatir malah kelewat berharap.

Lucunya, aku menikmati segala adegan fiktif yang kubuat beserta kemungkinan yang terjadi. Misal, aku dan X akan pergi ke tempat dengan kriteria A, makan B dan menghabiskan waktu dengan C. Sedangkan, jika aku dan Y, kita akan memilih tempat seperti D, makan E dan mencari kesibukan dengan F. Apakah ini sebuah keuntungan menjadi ‘aku’? rasanya aku bisa menjadi air menyesuaikan lifetime partnerku. Memang tidak semua kriteria manusia bisa kuajak berjalan beriringan, aku masih takut dengan mereka yang diatas rata-rata secara fisik dan finansial. Hanya saja, disini aku berhasil memetakan kriteria lifetime partnerku, terlepas dari siapa yang nanti menjadi kandidatnya.

Sejauh ini aku belum bisa memastikan apakah lifetime partner mungkin menjadi romance buddy buatku. Entah kenapa, aku merasa punya kebutuhan yang berbeda dari masing-masing hal itu. Contoh kecil, aku jelas bukan seorang yang bisa diganggu saat bekerja, tapi aku bukan seorang yang rela dicuekin. Kurasa, itu akan membuat bingung partnerku nanti, kasihan. Tapi kalau bisa satu paket lengkap ya tentu saja aku tidak akan menolaknya. Eh sebentar, apa aku pernah menolak sesuatu yang datang?

Setelah mengetahui kriteria seperti apa yang dirasa tepat untukku, selanjutnya tentu saja aku mulai menerka dan memahami apa yang partnerku butuhkan. Secara prinsip, aku memiliki orbit sendiri, ia pun begitu. Tapi akan ada satu waktu orbit kita bersinggungan dan mepertemukan kita dengan semestinya. Tidak ada paksaan, tidak ada kesengajaan, hanya kebetulan yang telah ditakdirkan. Sudah pasti hubungan ini adalah seni untuk saling menghargai. Aku berharga untuknya, dan dia tidak kalah penting dari hidupku. Sederhana tapi manis.

Beberapa kejadian tidak selalu berakhir baik, aku tahu itu. Terkadang, aku berasumsi sangat mengenal partnerku sampai lupa kalau ia adalah entitas merdeka yang bertanggung jawab atas hidupnya. Aku merasa paling mahir dan tahu apa yang terbaik untuknya, sungguh itu adalah satu dari kebiasaan buruk yang aku punya. Omong-omong soal itu, menjadi partnerku kurasa akan menjadi hal yang cukup berat. Kalau aku bisa membuatnya lebih ringan, beri tahu aku ya. Aku tidak ingin mendominasi disini.

Sepertinya cukup ini saja sebagai salam pembuka. Semoga kita cepat bertemu dan berpetualang.

Komentar

Postingan Populer