#txtdariteman_4: Persekusi

From this:
To this:



“Kita punya waktu 10 menit buat berantem. Mulai.”

 
Selama ini aku selalu berhasil bertahan buat bawa suasana senormal mungkin diantara kita. Sejak desember tahun lalu, kita berhasil berdamai dan sepakat untuk saling menjaga kestabilan perasaan. Bahkan sering kita dengan sengaja membahas sesuatunya supaya lebih jelas dan aman. Saling bertanya apakah kedekatan ini mengganggu interaksi personal atau ngga. Agak aneh mungkin buat sebagian orang, tapi siklus pertemanan kita kaya gini. Aku dan dia gak bakal jadi lebih deket, tapi gak mau jadi jauh. Masing-masing dari kita tahu ini sangat beresiko, belum lagi harus ada hati lain yang patah. Rumit, sebenernya hati siapa yang kita jaga? 

Pagi ini, kita dibuat berantakan lagi karena orang lain. Musuh terbesar manusia adalah dirinya sendiri plus omongan orang lain yang kadang bikin makin runyam. Bisa jadi ini karena aku yang lagi emosi aja sih, jadi hal kecil yang biasanya kita ‘yaudahin’ malah dibahas panjang. Sampe di titik masing-masing dari kita (kurasa aku) mulai cape dan marah. Sejujurnya bukan ini respon yang harusnya aku berikan dari omongan orang lain. Tapi lama-lama kebawa suasana buat mikir, “ah anjir, lama-lama jadian aja lah, atau putus sekalian. Cape harus begini mulu”. tapi pada kenyataannya aku gak siap buat keduanya.

Permasalahan kita berputar itu-itu aja selama 3 tahun (kalau hitunganku benar). Iya, karena kedekatan kita, beberapa teman lainnya bergerak menjauh. Entah ini hanya perasaan kita atau memang benar adanya. Ada beberapa kejadian yang mendukung dari sisiku, entah berapa dari sisinya. Kita udah coba memperbaiki ini, selalu, sebelum semuanya makin kalut. Pernah satu waktu, sebut saja aku sedang bersama ‘seseorangku’ dan dia datang menghampiri. Kita memang udah janjian ketemuan, tapi… kebetulan yang siyalan itu malah mempertemukan kita bertiga. Perasaannya disini bukan aku diperebutkan, atau aku harus pilih siapa, bukan, itu terlalu drama. Perasaan ini lebih seperti... aku sedang berusaha untuk orang lain, tapi belum juga berhasil sudah digagalkan karena dia. Aku kesel sekesel-keselnya. selepas pertemuan itu, aku telpon dia, aku marah. Entah kenapa harus marah juga sih, tapi… ini bentuk ekspresi kecewa aku pada keadaan.

Saat orang lain berpikiran baik bahkan menaruhkan harapan pada kita, hal itu malah jadi beban buat kita. Simpelnya, kalian yang baper tapi kita yang ribet. Aku lagi berusaha buat deket sama teman lainnya, dia pun. Kita punya crush masing-masing, dan pandangan orang lain terhadap kita as a couple itu jadi ganggu banget. Pertama, kita jadi gak bebas. Kedua, urusan personal kita jadi gak beres. Emang seru sih kita berdua, kuakui itu, gak bisa bayangin kalau kita berdua emang punya hubungan dan bikin hal-hal yang mungkin sebatas harapan buat orang lain. Tapi bukan itu yang mau kita pertontonkan, bukan kedekatan kita, bukan hubungan kita, ini tentang hasil kerja keras kita mewujudkan mimpi. Kebetulan aja orangnya adalah aku dan dia, tapi ini bukan tentang kita.

Haha. Padahal aku mau bahas berantemnya, karena seru juga buat kita yang gak pernah berantem secara formal. Kurasa saat ini kita bisa menyikapinya dengan lebih dewasa, lebih profesional. Gak baperan lagi. Setelah itu emang jadi agak awkward sebentar, tapi masih inget kalau kita punya wishlist yang cukup banyak, kita gak mau mengorbankan itu hanya karena emosi sesaat. Menutup telinga dari orang lain (tentang hubungan kita) dan ngga terlalu banyak berharap itu jadi solusi saat ini. Karena, mana bisa kita bersama dengan orang yang belum berdamai dengan harapan dan masa lalunya.

Ikatan masa lalunya yang kuat dan harapanku yang tiada habisnya, mungkin jadi salah satu penghalang untuk kita. Untungnya cuma halangan untuk bersama, bukan berkarya.





----------------------------
Persekusi dalam tulisan ini bermakna ‘perundungan’.

Komentar

Postingan Populer