Frekuensi Manusia
“Pada sebuah garis waktu yang
merangkak maju, akan ada saatnya kau bertemu dengan satu orang yang...”
– Fiersa Besari, Garis Waktu
(ah gak mau
kuterusin, bukan genreku.
Akan ada
saatnya nanti aku berani nulis dengan selengkapnya hehe)
Beberapa
hari terakhir, aku butuh manusia. Sebut itu kesepian. Oke kuperjelas diawal
karena emang lagi gak berniat untuk nulis yang berat-berat. Ini cuma persoalan
sehari-hari yang sering kutemui tapi belum juga dipertemukan solusinya.
Mungkin
di hari itu alur hidupku benar-benar tertata rapi, tak satu manusia pun kubiarkan menyekat dengan tega. Semua berjalan seragam
dengan apa yang diharapkan. Harapan-harapan baik bermunculan untuk hari esok.
Rasanya.. ingin senyum dimana-mana. Tapi ternyata itu belum cukup buatku.
Selalu ada yang kurang untuk melengkapi kepingan puzzle waktu ini. Kukira
bahagia bisa kususun sendiri, ternyata beberapa kepingannya milik orang lain.
persoalan selanjutnya adalah... milik siapa? Sama halnya seperti saat aku
kesepian kemarin. Sejujurnya aku bingung harus mencari siapa. Ini bukan soal
pemilihan acak suatu entitas, hanya saja ya siapa.
Masa-masa
seperti ini, akan lebih sulit bagi kita menemukan manusia untuk sekedar
mengobrol ringan. Manusia yang sefrekuensi. Bukan lagi sekedar mereka yang asik
diajak nongkrong, atau mereka yang bahasannya membuat kita takjub. Hanya
sekedar obrolan sederhana yang kumau. Obrolan yang sejenak membuatku melupakan
akar-akar rumpang di kepalaku. Sambil minum teh boleh deh, aku gak suka kopi.
Aku
percaya manusia memiliki zona waktu masing-masing. Letak dimana kesibukan
adalah hal relatif yang membuat kita lebih sulit untuk berada di zona waktu
yang sama. Kemungkinannya akan sangat
kecil bagi kita untuk kebetulan berpapasan di suatu detik. Karena itu, aku tidak bisa
menyatakan bahwa kita sefrekuensi. Padahal aku ingin. Ini soal waktu ya, bukan
perasaan. Suatu kebetulan tidak menyamar menjadi sebuah takdir kurasa.
Sampai
disini akan ada pertanyaan, ‘jadi sefrekuensi seperti apa yang kamu mau?’ Ada saatnya kita memang harus fokus menyusun lembaran sejarah diri kita
sendiri. Hal ini tidak memungkinkan untuk kita selalu ada bagi orang lain.
cause it’s not your job to be everything to everyone. Termasuk untukku. Aku
tidak seegois itu, teman. Frekuensiku agak sedikit berbeda, akan sulit bagi
orang lain untuk beresonansi. Selain itu merepotkan sekali kalau aku harus
berharap seseorang menyamakan frekuensinya untukku. Ini tidak mudah.
Sampai
pada akhirnya, malam ini aku menyerah untuk berharap dan beresonansi. Aku
memang tidak bertemu solusi kesepian, hanya mencari solusi alternatif bagaimana
membuatku penuh. Seperti.. cukup dengan memberi kabar pada dunia jika aku ada,
meminta maaf pada entitas yang frekuensinya coba kuganggu, menggenggam
partiturku sendiri tanpa perlu aransemen orang lain. Tidak juga mencoba menyamakan
frekuensimu. Terlalu beresiko jika aku memikirkan tentangmu.
Current song: Fiersa
Besari - Kau
Komentar
Posting Komentar